Berita / Nusantara /
Versi Petani, Idealnya Dana PSR Minimal Rp 50 Juta/Ha
Jambi, elaeis.co - Perbandingan alokasi dana pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau CPO yang diberikan kepada pengusaha dengan yang diterima petani sawit dinilai tidak adil. Hampir 90% PE yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) disalurkan untuk industri biodiesel.
Jazuri, Ketua Koperasi Karya Mandiri di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar), Provinsi Jambi, mengatakan, ketidakadilan proporsi pembagian dana dari BPDPKS ini secara kasat mata bisa dilihat dari besaran dana Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dialokasikan untuk setiap hektare (ha) kebun petani.
"Sebelumnya dana PSR Rp 25 juta/ha dan petani maksimal hanya bisa mengajukan empat hektare. Lalu sekitar dua atau tiga tahun lalu naik jadi Rp 30 juta per hektar dan maksimal empat hektare. Menurut saya, angka ini masih jauh dari layak," kata Jazuri kepada elaeis.co, kemarin sore.
Petani yang memiliki kebun sawit seluas 4 ha ini mengatakan, bantuan PSR Rp 30 juta tidak cukup karena banyak sekali biaya yang harus dikeluarkan dalam perawatan kebun selama proses peremajaan.
"Saat replanting, petani seperti kami mana bisa punya duit. Beda kalau kami gak ikut replanting dan masih ada TBS yang dijual. Apalagi harga TBS sedang naik-naiknya seperti saat ini," kata dia.
Pemerintah dia sarankan menghitung dengan benar proporsi anggaran di BPDPKS agar tercipta kelayakan antara yang diterima petani dengan yang disalurkan kepada para pengusaha yang menjalankan program mandatori biodiesel.
Minimal, kata dia, petani sawit yang akan mengikuti PSR mendapatkan dana Rp 50 juta/ha walau tetap dirasa kurang mengingat besarnya biaya perawatan kebun sawit.
"Itu minimal ya, karena ternyata biaya perawatan kebun juga besar. Biarlah kekurangan dana untuk perawatan kebun kami yang tutupi, tapi Rp 50 juta/ha itu pantas didapatkan petani yang ikut PSR," kata dia.
Komentar Via Facebook :