https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Yang Dapat ISPO Minim, Karena Fokus Urus Kebun dalam Kawasan Hutan?

Yang Dapat ISPO Minim, Karena Fokus Urus Kebun dalam Kawasan Hutan?

Ir Dedi Junaedi MSc, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian. Foto: tangkapan layar


Jakarta, Elaeis.co - Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan kewajiban atau mandatory, bukan lagi bersifat sukarela atau voluntari, bagi seluruh perkebunan sawit di Indonesia. Khusus bagi pekebun, baik plasma, eks plasma, maupun swadaya, pemerintah menetapkan tahun 2025 sebagai batas akhir untuk memiliki sertifikat ISPO.

Ir Dedi Junaedi MSc, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, mengatakan, sejauh ini luas perkebunan sawit rakyat yang sudah meraih sertifikat ISPO baru 15.175,56 hektare. Padahal, luas perkebunan sawit rakyat mencapai 6,7 juta hektare atau 41 persen dari luas perkebunan sawit nasional yang luasnya 16,38 juta hektare.

"Jumlah 15.175,56 hektare yang sudah ISPO itu sudah termasuk tambahan 2.662 hektare kebun sawit milik pekebun plasma binaan sejumlah perusahaan sawit yang dapat sertifikat akhir pekan lalu," katanya dalam webinar yang diselenggarakan Sekretariat Tim Pelaksana Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB), Selasa (7/12/2021).

Dedi mengatakan, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang RAN KSB Tahun 2019-2024 sebenarnya bisa menjadi pendorong pemberdayaan pekebun sawit, termasuk dalam mempercepat proses keluarnya surat tanda daftar budidaya (STDB) sebagai syarat bagi pekebun agar bisa ikut ISPO dan PSR. 

"Selain ada RAN, ada juga Rencana Aksi Daerah (RAD) di mana pemerintah daerah bisa juga mempercepat proses keluarnya STDB sehingga sertifikasi ISPO bagi pekebun bisa dilakukan. Yang penting adalah harus dicari cara bagaimana mendorong ISPO bagi para pekebun," kata Dedi Junaedi.

Penasehat RAN-KSB, Dr Rusman Heriawan, mengingatkan agar pihak-pihak yang terkait dengan proses sertifikasi ISPO tidak melulu berkutat di lahan pekebun swadaya yang disebut-sebut ada di zona abu-abu atau di dalam kawasan hutan seperti yang disangkakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sebab, kebun yang berada di luar kawasan juga sangat luas dan kebanyakan belum disertifikasi.

"Jumlah kebun sawit rakyat yang disebut-sebut di dalam kawasan hutan ada sekitar 3 jutaan hektare. Okelah kita moderasi, paling tidak jumlahnya sekitar 2,5 juta hektare. Tetapi kelau kita mau mempercepat proses sertifikasi ISPO, kenapa kita harus berkutat di kebun sawit rakyat yang disebut dalam kawasan hutan tersebut," kata Rusman.

Itu sebabnya dia meminta proses sertifikasi ISPO difokuskan pada kebun sawit rakyat yang status lahannya clear and clean secara hukum. Kata dia, jumlah kebun sawit rakyat yang legal status lahannya juga banyak. 

"Mungkin kebun sawit rakyat yang clear and clean itu belum keluar STDB-nya atau surat-surat keterangan lainnya yang diperlukan. Ini yang harus dilihat dan dibantu agar mandatory ISPO bagi para pekebun swadaya bisa dikebut," tegasnya. 


 

Komentar Via Facebook :