Berita / Bisnis /
Biodiesel Dulu, PSR Kemudian...
Jakarta, elaeis.co - Sesungguhnya, begitu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) lahir pada Mei 2015 dan sebulan kemudian resmi menjadi Badan Layan Umum, pembiayaan pembuatan biodiesel sudah mengocor meski total duit yang digelontorkan masih hanya sekitar Rp465,639 miliar.
Maklum, saat itu biodiesel yang dihasilkan baru sekitar 211,505 kiloliter.
Adapun perusahan yang memproduksi biodiesel di tahun 2015 itu masih 6 perusahaan yang antara lain; PT. Darmex Biofuels 37.372 kiloliter dengan nominal Rp76,597 miliar dan PT Musim Mas 42.328 kiloliter senilai Rp91,291 miliar.
Wilmar Gorup langsung nongol dua perusahaan; PT Wilmar Bioenergi Indonesia 51.955 kiloliter senilai Rp120,478 miliar dan PT. Wilmar Nabati Indonesia 52.269 kiloliter senilai Rp117,610 miliar.
Terus, Permata Hijau Group dimulai dengan PT. Pelita Agung Agriindustri 14.235 kiloliter senilai 28,709 miliar dan PT. Eterindo Wahanatama 13.345 kiloliter senilai Rp30,953 miliar.
Baca juga: Dianggap Monopoli, 3 'Raksasa Sawit' Dilaporkan ke KPPU
Setahun kemudian pembuatan biodiesel membengkak menjadi lebih dari 2,4 juta kiloliter senilai Rp10,692 triliun. Hanya saja, PT. Eterindo Wahanatama tak nongol lagi.
Pemain baru kemudian muncul. Ada PT. Indo Biofuel membikin 3.562 kiloliter senilai Rp22,362 miliar. PT. Primanusa Palma Energi 44.503 kiloliter senilai Rp209,903 miliar.
PT. Tunas Baru Lampung Tbk 48.115 kiloliter senilai Rp253,953 miliar, PT. SMART Tbk 67.100 kiloliter senilai Rp366,437 miliar, PT. LDC Indonesia 99.483 kiloliter senilai Rp496,235 miliar.
PT. Energi Baharu Lestari 27.958 kiloliter senilai Rp126,588 miliar, PT Ciliandra Perkasa 121.664 kiloliter senilai Rp564,110 miliar, dan PT. Anugerahinti Gemanusa 16.734 kiloliter senilai Rp49,482 miliar.
Di tahun ini, Apical Group mulai nongol. Dimulai dengan PT. Cemerlang Energi Perkasa yang kemudian berubah nama menjadi PT. Sari Dumai Sejati pada 2021 mengelola 134.445 kiloliter senilai Rp615,541 miliar.
Sama seperti PT. Eterindo, PT. Anugerahinti, PT. Primanusa dan PT. Indo Biofuels tidak pernah nongol lagi.
Sementara Darmex Biofuels yang kemudian menyatu di bawah panji-panji Darmex Group malah kedatangan perusahaan baru bernama PT. Bayas Biofuel. Perusahaan ini kebagian 81.535 kiloliter senilai Rp438,664 miliar.
Wilmar Group malah makin mendominasi. Sebab selain PT. Wilmar Bioenergi Indonesia kebagian 441.384 kiloliter senilai Rp1,921 triliun, PT. Wilmar Nabati Indonesia 555.925 kiloliter senilai Rp2,243 triliun, adiknya PT. Multi Nabati Sulawesi pun lahir mengolah 49.022 kiloliter senilai Rp259,744 miliar.
PT. Musim Mas masih sendirian. Tapi biodiesel yang dia olah langsung membengkak menjadi 408.044 kiloliter senilai Rp1,784 triliun.
Pelita Agung Agriindustri juga masih sendirian. Namun biodiesel yang diolah mulai membengkak menjadi 149.878 kiloliter senilai Rp662,559 miliar.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR 17 Januari 2022 lalu, Sutrisno, kader PDI Perjuangan asal Majalengka Jawa Barat tegas-tegas ngomong bahwa pasal 11 ayat 1 Perpres 61 tahun 2015 menyebut, cuma lima pos yang boleh dialiri duit yang ada di kocek BPDPKS; Pengembangan Sumber Daya Manusia Perkebunan Kelapa Sawit (PKS); Penelitian dan Pengembangan PKS; Promosi PKS; Peremajaan PKS; dan Sarana dan Prasarana PKS.
Ayat 2 nya kata anggota Komisi IV DPR ini; penggunaan dana termasuk hasil sawit juga untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri perkebunan sawit serta penyediaan bahan bakar nabati biodiesel.
"Yang ayat 2 ini cuma tambahan. Yang pokok itu ya yang di ayat 1 itu. Gimana kemampuan pekebun kelapa sawit rakyat meningkat biar ke depan menjadi korporasi, itu yang sangat penting," urai bekas Bupati Majalengka dua periode itu.
"Kalau semata-mata untuk kemaslahatan masyarakat petani kelapa sawit, regulasi terkait BPDP-KS tidak akan lahir. Para pemain-pemain biodiesel sangat paham arti 'memancing kakap tidak boleh umpan cacing'. Jadi, kata kuncinya tadi adalah tidak akan lahir BPDPKS tanpa campur tangan pemain-pemain biodiesel itu. Tengoklah, begitu lahir, biodiesel kan langsung jalan," kata Ketua Harian DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gus Dalhari Harahap pula.
Dan, nasi pun sudah jadi bubur. Peruntukan duit yang bersumber dari Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit dan turunannya itu, cuma seuprit yang menggelinding ke lima pos penting tadi.
Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang digadang-gadang Presiden Jokowi, justru baru berjalan di tahun 2016. Duit yang tersedot hanya Rp6,35 miliar untuk 254 hektar kebun. Sementara sarana dan prasarana yang teramat diidamkan petani, baru berjalan di tahun 2021. Itupun baru hanya Rp21 miliar.
Maka tak aneh jika sederet petani kesal. Tadi sore, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Koperasi Karya Mandiri asal Provinsi Jambi dan Koperasi Perkebunan Renyang Bersatu asal Kalimantan Barat melaporkan; PT. Wilmar Nabati Indonesia, PT SMART Tbk dan PT Musim Mas ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta. Perusahaan-perusahaan ini dianggap monopoli meski tiga group raksasa lagi, juga begitu.
Komentar Via Facebook :