https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Eropa Mulai Buka Pintu, Sawit Indonesia Harus Ramah Lingkungan

Eropa Mulai Buka Pintu, Sawit Indonesia Harus Ramah Lingkungan

Ilustrasi kebun sawit (gimni.org)


Jakarta, Elaeis.co - Menguasai 58 persen pangsa pasar, Indonesia masih menjadi negara produsen kelapa sawit nomor satu di dunia. Peluang memperbesar pasar makin terbuka setelah Eropa mulai membuka pintu untuk sawit Indonesia.

Ketua Umum Perhimpunan Eropa untuk Indonesia Maju (PETJ), Ari Manik, mengatakan, referendum Swiss pada 7 Maret 2021 dengan hasil 51,6 persen rakyatnya menyetujui masuk perjanjian kerja sama mengenai perdagangan minyak sawit dalam Indonesia-European Free Trade Association (EFTA)-Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA), telah membuka peluang kelapa sawit Indonesia masuk ke pasar Eropa.

Berbicara dalam webinar dengan topik "Menjawab Tantangan 'Sustainability' pada Industri Kelapa Sawit di Indonesia" dalam rangka peringatan hari Lingkungan Hidup sedunia pada 5 Juni, dia mengatakan, hasil referendum itu merupakan angin segar setelah selama beberapa tahun sawit Indonesia kerap mendapat ancaman dan penolakan di Eropa. “Persetujuan ini hadir dengan catatan produk sawit dari Indonesia harus memenuhi standar lingkungan dan sosial tertentu, yang berkelanjutan, serta harus diakui dunia internasional,” katanya.

Ketua Departemen Lingkungan Hidup PETJ, Husni Suwandhi, berharap para pengusaha sawit tidak hanya mengejar profit semata tetapi memperhatikan pemeliharaan alam, lingkungan hidup serta kesejahteraan 17 juta pekerja industri sawit dan keluarganya. 
”Apalagi Uni Eropa menuntut pengelolaan produksi kelapa sawit yang memenuhi tuntutan keberlanjutan,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua III GAPKI, Togar Sitanggang, mengungkapkan beberapa fakta perbandingan sumber-sumber minyak nabati beserta dampak lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan deforestasi, penyumbang polutan, penyerapan CO2, maupun produksi oksigen. “Yang kerap harus dihadapi pihak industri adalah banyaknya stigma negatif serta kampanye negatif yang dialamatkan kepada sawit,” katanya.

Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, menyambut baik inisiatif diaspora membahas dan mencari jawaban atas berbagai persoalan kelapa sawit selama ini. “Satu hal yang sangat penting adalah bahwa perlu pemahaman yang sama antara Indonesia dan Uni Eropa,” tukasnya.

Terkait isu lingkungan yang sering diarahkan pada sawit, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, mengatakan, perkebunan kelapa sawit sudah mengikuti peraturan yang ada dengan baik. Dia mencontohkan, untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, perkebunan sawit diwajibkan membentuk satgas kebakaran dan mendirikan menara pandang. “Hasilnya kebakaran lahan menurun drastis.”

Industri sawit juga membantu pemerintah daerah, terutama dalam hal ekonomi dan peningkatan produktifitas lahan. “Banyak lahan-lahan kawasan hutan yang sebenarnya sudah tidak berhutan dan berpotensi menimbulkan kebakaran hutan jadi produktif kembali dengan ditanami sawit,” kata Bupati Sukamara, Windu Subagio.

Menutup diskusi, Konjen RI di Frankfurt, Acep Somantri, menekankan pentingnya konsistensi dan sinergi kebijakan serta upaya bersama pemerintah, pengusaha dan masyarakat sipil untuk memajukan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. "Guna mendukung keberlangsungan pembangunan nasional dan pencapaian SDGs sesuai yang kita harapkan bersama, demi kelangsungan industri dan generasi penerus kita," katanya.

Komentar Via Facebook :