https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Garap Lahan di Luar HGU, Inecda: Masih Dalam Izin IUP Kami

Garap Lahan di Luar HGU, Inecda: Masih Dalam Izin IUP Kami

Gerbang menuju PKS PT. Inecda. foto: hamdan


Rengat, elaeis.co - Dua tahun lalu, persis 29 April 2021, Menteri Agraria dan Tata Ruang telah memutuskan kalau luas Hak Guna Usaha (HGU) PT. Inecda Plantation adalah 5.743 hektar. 

Luasan itu berkurang 500 hektar dari 6.322 hektar luasan perpanjangan HGU yang diusulkan oleh perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, ini pada November 2018.  

Pengurangan itu terjadi lantaran yang 500 hektar tadi dianggap bermasalah. Ada yang bermasalah dengan klaim kawasan hutan, dikuasai masyarakat, overlap dengan HGU nomor 19 tahun 2000, berada pada badan sungai, hingga berada pada kawasan lindung resapan air. 

"PT Inecda menerima pengurangan luas lahan tersebut sesuai peta bidang tanah yang diusulkan pada 21 November 2018," begitu bunyi surat keputusan perpanjangan HGU PT Inecda yang didapat oleh elaeis.co 

Hanya saja, meski luas HGU nya sudah ditetapkan segitu (5.743 hektar), tapi Inecda tetap saja mengelola lahan seluas yang diusulkan. 

Selain lantaran lahan itu masih ditumbuhi pepohanan kelapa  sawit milik perusahaan, perusahaan berdalih tetap menguasai lahan itu lantaran masih masuk dalam Izin Usaha Perkebunan (IUP) nya.   

"Semua areal yang dikeluarkan dari HGU masih masuk dalam IUP perusahaan. Khusus lahan yang berada dalam HPK (kawasan hutan), saat ini sedang proses pelepasan melalui Pasal 110A UUCK," kata Bidang Legal PT Inecda, Muchlisin, kepada elaeis.co, dua hari lalu. 

Mukhlisin kemudian memilih bungkam setelah elaeis.co bertanya begini; apakah tindakan korporasi yang masih beraktivitas di dalam kawasan hutan tidak berbenturan dengan kebijakan Roudtable on Sustainable Palm oil (RSPO), sementara perusahan kan telah terverifikasi legalitas internasional? 

Elaeis.co mempertanyakan itu lantaran perusahaan ini mengklaim sudah mengantongi sertifikat RSPO dan bahkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). 

RSPO maupun ISPO adalah sertifikasi berkelanjutan yang diberikan kepada perusahaan yang tertib administrasi dan ramah lingkungan. Itu pula makanya, minyak sawit yang berlabel RSPO memiliki nilai tawar tinggi di pasar internasional. 

Tapi kalau kemudian perusahaan masih beraktifitas di lahan bermasalah, bukan tidak mungkin perusahaan telah melakukan pelanggaran terhadap aturan main sertifikasi tadi. 

Soalnya, besar kemungkinan perusahaan mengoplos sawit yang berasal dari lahan bermasalah dengan sawit bersertifikasi lantaran semuanya diolah dalam satu pabrik milik perusahaan. 

Deputy Direktorat RSPO Indonesia, Mahatma Windrawan Inantha meminta agar melaporkan korporasi yang dianggap nakal. "Laporkan saja melalui submit complain di website RSPO. Kalau laporan dilampirkan dengan alat bukti, RSPO akan segera menindaklanjuti," tegasnya. 

Khusus Inecda kata Windrawan, perusahaan ini memang menjual Crude Palm Oil (CPO) mass balance. Artinya, perusahaan ini tidak perlu punya penampungan khusus CPO yang sumber bahan bakunya dari pekebun yang belum bersertifikasi RSPO. 

"Tapi kalau kemudian perusahaan mengelola bahan baku dari kawasan hutan, itu jelas pelanggaran," katanya. 

Bersoal Dengan Masyarakat

Masyarakat Desa Petala Bumi, Kecamatan Seberida telah pernah mempersoalkan lahan yang di luar HGU tadi, khususnya yang berada di kawasan lindung resapan air. 

Masyarakat mempersoalkan lantaran perusahaan masih terus memanen Tandan Buah Segar Kelapa Sawit dari areal itu. 

Persoalan ini kemudian menggelinding ke Kantor Camat Seberida. "Dalam mediasi, Tata Pemerintahaan (Tapem) Pemkab Inhu bilang kalau areal yang kami persoalkan itu berada dalam izin IUP korporasi," kata tokoh masyarakat Desa Petala Bumi, Joni Pasaribu, kepada elaeis.co kemarin. 

Yang membikin Joni tak habis pikir, Tapem malah mengarahkan korporasi untuk mengajukan pelepasan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap sawit perusahaan yang tumbuh di kawasan. 

"Kami menduga ada kongkalikong antara pemerintah dengan korporasi untuk mempertahankan lahan itu. Pemerintah nampak betul berpihak kepada perusahaan, bukan membela masyarakat," rutuknya. 

Padahal kata Joni, perusahaan pernah berjanji akan menyerahkan lahan kepada masyarakat kalau proses perpanjangan HGU sudah selesai. 

Sayang, Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan, Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Inhu, Faisal Illahi, justru memilih diam saat dikonfirmasi soal tahun berapa dan berapa luasan IUP yang diberikan pemerintah kepada perusahaan. 


 

Komentar Via Facebook :