Berita / Bisnis /
Ini Tarif Pungutan Ekspor Sawit Usai Alami Kenaikan
Jakarta, elaeis.co - Kementerian Keuangan telah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman mengatakan, penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diketuai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020.
"Nantinya besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya akan ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)," ujar dia dalam webinar bersama Kemenko Perekonomian, Selasa (8/12).
Dalam beleid itu menerapkan rentang tarif pungutan ekspor salah satunya untuk produk CPO yang dikenakan berjenjang yakni mulai USD 5 kemudian naik menjadi USD 15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar USD 25. Rinciannya, dalam PMK itu disebutkan tarif pungutan untuk CPO mencapai USD 55 per ton untuk harga CPO di bawah atau sama dengan USD 670 per ton.
"Pungutan kemudian naik menjadi USD 60 untuk harga CPO USD 670 - USD 695 per ton, lalu pungutannya naik menjadi USD 75 ketika harga CPO mencapai USD 695 sampai USD 720 per ton. Untuk pungutan tertinggi mencapai USD 255 untuk harga CPO mencapai di atas USD 995 per ton," imbuh dia.
Dia menyebut, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional. Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
"Sehingga kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini," tutupnya.
Merdeka.com
Komentar Via Facebook :