Berita / Kalimantan /
Kaltim Dorong Kontribusi Subsektor Perkebunan dalam Mitigasi Emisi GRK
Samarinda, elaeis.co - Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang berhasil mengimplementasikan program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund. Yaitu program penyelamatan hutan dari deforestasi dan degradasi hutan dengan menyediakan fasilitas insentif penurunan emisi GRK dari Bank Dunia (World Bank) dengan skema pembayaran berbasis kinerja.
Keberhasilan Kaltim menurunkan emisi GRK telah mendapat penghargaan dari Bank Dunia dalam bentuk pembayaran berbasis kinerja.
Kepala Dinas Perkebunan (disbun) Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal, mengatakan, sebagai daerah yang telah mengimplementasikan kebijakan pembangunan perkebunan dengan prinsip berkelanjutan, isu emisi GRK perlu disikapi secara proaktif dan konkret.
Khusus di sektor perkebunan, sangat diharapkan peran serta dan dukungan dari industri sawit. Terkait dengan hal ini, Disbun Kaltim menggelar Workshop Peranan Industri Perkebunan Dalam Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca di Kaltim.
"Saya berharap workshop ini akan menjadi jawaban atas informasi dari KLHK, sehingga bersama-sama menghasilkan output berupa draft dokumen tentang upaya dan target penurunan emisi GRK," jelasnya dalam rilis Disbun Kaltim dikutip Jumat (20/9).
Kalimantan Timur memiliki 342 Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 2.317.795 Ha, sementara Hak Guna Usaha (HGU) mencakup 1.263.745 Ha dari 240 HGU. Luas tanam mencapai 1.345.364 Ha yang terdiri dari kebun inti seluas 971.271 Ha dan kebun rakyat atau plasma seluas 373.212 Ha.
Sumber emisi GRK di usaha perkebunan antara lain berasal dari operasional kebun seperti transportasi, genset, dan listrik, serta proses perawatan tanaman seperti replanting, penggunaan pupuk, pestisida, janjang kosong atau jangkos sawit, dan pembusukan. Emisi juga berasal dari operasional pabrik, misalnya pembakaran untuk mesin dan limbah cair pabrik kelapa sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent).
Minyak sawit dapat menyerap karbon, sehingga dianggap sebagai media penyimpanan karbon. Sebagai contoh, sebuah perkebunan kelapa sawit dengan pabrik berkapasitas 60 ton/jam yang memproduksi CPO dan PKO masing-masing 66.000 ton dan 6.000 ton per tahun, mampu menyerap 199.620 ton CO2 eq/tahun.
Dia menyebutkan, emisi GRK saat ini menjadi permasalahan global dan strategis karena dampaknya dirasakan tidak hanya di Kalimantan Timur atau Indonesia, tetapi juga oleh seluruh negara di dunia.
"Mitigasi GRK merupakan usaha pengendalian melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi dan meningkatkan penyerapan," jelasnya.
"Emisi GRK subsektor perkebunan Kaltim, selain mendorong percepatan pencapaian target NDC 2030 dan menjadi inisiasi dari Pemprov Kaltim bagi provinsi lain, juga sebagai bentuk konkrit partisipasi subsektor perkebunan dalam perdagangan karbon di tingkat internasional," tambahnya.
Komentar Via Facebook :