https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Klaim Kawasan Hutan Hambat Realisasi PSR

Klaim Kawasan Hutan Hambat Realisasi PSR

Ilustrasi kebun sawit berbatasan dengan hutan alam (Republika)


Jakarta, Elaeis.co - Klaim kawasan hutan dinilai kontraproduktif dengan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebagai upaya pemerintah meningkatkan produktifitas lahan dan kesejahteraan petani. Penetapan kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di berbagai provinsi kerap menabrak legalitas kepemilikan lahan masyarakat dan pelaku usaha.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Sudarsono Soedomo, menyebutkan, salah satu putusan Menteri KLHK yang menimbulkan kegaduhan adalah SK Menhut No. 579 tahun 2014. Keberadaan beleid ini dinilai menghambat percepatan program PSR khususnya di Sumatera Utara.

Kehadiran SK itu menyebabkan banyak perkebunan sawit masyarakat yang telah memiliki HGU dan izin lain dianggap ilegal karena 'dicap' berada di dalam kawasan hutan. Akibatnya, banyak petani sawit tidak bisa mendapat bantuan dari pemerintah.

Menurutnya, hak-hak atas tanah masyarakat yang telah punya legalitas dan telah diusahakan puluhan tahun harus dikeluarkan terlebih dulu, baru setelahnya dilakukan penetapan kawasan hutan oleh KLHK.

“Hal ini mengakibatkan energi dan uang masyarakat habis untuk berperkara di pengadilan akibat arogansi satu instansi pemerintah. Presiden perlu kita ingatkan,” kata Sudarsono, seperti dilansir Koran Jakarta.

“Penetapan kawasan hutan versi KLHK tidak punya kekuatan karena merupakan domain pemerintah dalam hal ini presiden,” tambahnya.

Menurutnya, pelaku usaha perlu serius mendekati presiden dan memberikan penjelasan serius agar presiden paham masalah yang terjadi. Dia juga mengingatkan Kementerian ATR/ BPN lebih berani mempertahankan produknya seperti sertifikat kepemilikan, HGU, dan sebagainya, sebagai bukti kepemilikan sah dan diakui negara.

“Keragu-raguan Kementerian ATR/BPN dalam mempertahankan produknya kerap membuat masyarakat gamang sehingga selalu diperhadapkan pada persoalan sulit terkait legalitas kepemilikan,” sebutnya.

Sementara itu, Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak Atas Tanah Ruang Kementerian ATR/BPN Husaini mengatakan, pemerintah masih menganggap sertifikat tanah sebagai legalitas kepemilikan yang sah sepanjang tidak ada perubahan berdasarkan keputusan pengadilan.

“Ini berlaku bagi semua sertifikat, apalagi sertifikat yang telah berumur lama hingga 35 tahun,” katanya.

Terpisah, Dewan Pakar Persaki, Petrus Gunarso mengingatkan, tanpa perubahan sistem dalam penetapan kawasan hutan, maka kepastian berusaha dan kepastian hak akan tanah akan selamanya terpasung. Dalam hal ini, Kementerian LHK seharusnya berperan sebagai pengayom bagi seluruh sektor mengingat fungsi jamak dari hutan.

Komentar Via Facebook :