Berita / Internasional /
Kontribusi Kebun Sawit Kaltim Terhadap Penurunan Emisi Karbon Jadi Amunisi ke WTO
Samarinda, elaeis.co – Sekda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Sri Wahyuni, kembali mengangkat isu kelapa sawit saat bertemu Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), World Trade Organization (WTO), dan organisasi internasional lainnya, di Jenewa, Swiss, Febryan Ruddiyard.
Dalam dialog yang berlangsung di Kantor Permanent Mission Republic of Indonesia, 16 Rue de Saint-Jean Geneva 1203, itu dia menjelaskan tentang kontribusi sektor perkebunan kelapa sawit terhadap upaya penurunan emisi di Kaltim khususnya dan Indonesia pada umumnya.
“Kami sampaikan update dari isu perkebunan kelapa sawit. Bahwa perkebunan kelapa sawit menyumbang 30 persen dari target penurunan emisi sebesar 42 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) di Kaltim. Jadi, sama sekali tidak beralasan menyebut sawit merusak lingkungan dan sebagainya,” kata Sri lewat keterangan resminya, kemarin.
Dia menekankan bahwa kontribusi itu bukan sekadar klaim pemerintah daerah. Buktinya, Kaltim telah menerima pembayaran kompensasi dana karbon dari Bank Dunia atau World Bank sebesar USD 20,9 juta atau setara Rp300 miliar atas komitmen dan kerja keras yang sudah dilakukan.
Dana ini dikelola melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan dan pada tahun 2022 lalu dan Kaltim telah menerima distribusi transfer sebesar Rp69 miliar. "Pembayaran dana kompensasi karbon ini telah melalui proses verifikasi dan validasi yang sangat ketat dari World Bank," tegasnya.
Dia juga menegaskan penjelasan Gubernur Kaltim Isran Noor sebelumnya, bahwa perkebunan sawit di Kaltim sama sekali tidak dilakukan di kawasan hutan, tetapi di areal nonkehutanan atau areal penggunaan lain (APL) sesuai ketentuan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP).
“Selain itu, kami semua berkomitmen untuk tidak menanam sawit di areal dengan nilai konservasi tinggi. Artinya, kami tetap menjaga tutupan hutan. Sawit hanya ditanam di areal nonkehutanan,” tandasnya.
Di Kaltim sendiri setidaknya ada sekitar 60.000 hektare lahan perkebunan sawit dengan nilai konservasi tinggi yang dipertahankan untuk tidak ditanami.
Komitmen menjaga lingkungan ini didukung oleh seluruh pemangku kepentingan, perusahaan dan masyarakat lewat regulasi pemerintah yang ramah lingkungan.
“Mudah-mudahan ini bisa menjadi bahan amunisi Pak Dubes sebagai complainer atau pengeluh di WTO,” harapnya.
Febryan Ruddiyard mengaku sangat senang menerima informasi tersebut dan berjanji akan menggunakan fakta ini dalam diplomasi Indonesia di WTO.
Sebagaimana diketahui, produk-produk kelapa sawit Indonesia kerap kali mendapat banyak hambatan saat akan memasuki pasar Uni Eropa karena alasan merusak hutan atau deforestasi.
“Kami berterima kasih, kami baru tahu informasi ini. Success stories (kisah sukses) dari kelapa sawit ini tentu akan kami highlight di sini. Termasuk di organisasi lingkungan yang ada di PBB dan juga WTO,” tegas Dubes Febryan.
Kunjungan ke Dubes RI Untuk PBB ini juga dihadiri Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Ma’mun Amir, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, serta perwakilan provinsi lainnya yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).
Komentar Via Facebook :