Berita / Feature /
MSPO; Solusi Apkasindo Petani ISPO
Jakarta, elaeis.co – Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung tak habis pikir kenapa lah dinas yang mengurusi perkebunan kelapa sawit di daerah, teramat sulit mengeluarkan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) petani kelapa sawit.
Padahal STDB itu tidak ada hubungannya dengan klaim kawasan hutan. Apkasindo kata Gulat sudah bongkar banyak regulasi, tak ada pasal yang melarang lantaran STDB itu hanya surat keterangan melakukan budidaya sawit. Biar daerah tahu berapa luas pasti kebun kelapa sawit petani.
“Tapi STDB itu enggak bisa didapatkan petani lantaran kebunnya berada di dalam klaim kawasan hutan. Sangat miris kami dengan situasi seperti ini,” kata lelaki 48 tahun ini saat didapuk menjadi pembicara pada Dialog Webinar ‘Menuju Perkebunan Indonesia Berkelanjutan’, kemarin. Menteri Koordinator Perekonomian RI, Airlangga Hartarto ikut hadir dan berbicara dalam webinar itu.
Baca juga: Tinggal 46 Bulan Lagi, Bangkrut atau Lanjut!
Kalau cara-cara yang disuguhkan kepada petani yang berada dalam klaim kawasan hutan seperti itu kata Gulat, sekaliber UU Omnibus Law tak akan bisa menyelesaikan persoalan petani. Sebab itu tadi, niat kementerian terkait menyelesaikan persoalan petani tidak ada, sebaliknya malah membangun tembok tinggi-tinggi.
“UU Omnibus Law memang sudah ramping, tapi tengoklah PP nya, mekar lagi. Bahkan lebih mekar dari sebelumnya. Kita lihat pula nanti Permen LHK dan Permen Kementan. Kalau makin beranakpinak syarat yang disodorkan kepada petani, maka tamatlah riwayat pekebun yang 6,35 juta hektar tadi,” tegasnya.
Sebelum itu terjadi kata Gulat, Presiden Jokowi harus potong kompas. Presiden harus turun tangan mengkomandoi langsung penyelesaian persoalan petani ini. “Terlampau beresiko kalau dibiarkan,” Gulat mengingatkan.
Sebab pembiaran itu kata Gulat akan berdampak buruk pada program strategis pemerintah seperti Inpres nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB), diplomasi dan kampanye positif sawit, mandatori Biodisesel, target PSR 2,4 juta hektar di rentang waktu 2017-2032, serta program strategis nasional Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Khusus program kemandirian energi dipastikan akan gagal, sebab 6,35 juta hektar kebun sawit non-ISPO akan dengan sendirinya phase out dari rantai pasok TBS. sementara volume produksinya enggak sedikit lho, mencapai 22,88 juta ton CPO pertahun. Bisa dibayangkan jika CPO sebanyak ini hilang dari produksi CPO Nasional, boro-boro kemandirian energi tercapai, bisa-bisa harga CPO akan empat kali lipat lebih mahal dari harga minyak bumi,” katanya.
Biar itu tidak terjadi kata Gulat, Apkasindo menawarkan Model Sutainable Palm Oil; absolute sustainable untuk korporasi dan relative sustainable untuk petani. Relative sustainable ini dibagi lagi dalam 4 tipologi;
1. Platinum Sustainable. Mereka adalah pekebun yang memang sangat lengkap dokumennya seperti pekebun peserta PSR.
2. Gold Sustainable, adalah pekebun yang sudah layak ISPO tapi masih kekurangan satu atau dua dokumen.
3. Silver Sustainable; pekebun yang kekurangan 2-3 dokumen tapi secara prinsip sudah layak ISPO. Misalnya belum punya STDB, histori agronomis tidak tercatat dengan baik. Kekurangan dokumen semacam ini masih bisa menyusul.
4. Iron Sustainable. Ini adalah tipologi pekebun yang memang tidak mungkin tertolong, serba salah, tidak satupun ada kelengkapan dokumennya. Pekebun semacam ini mau tak mau terpaksa distop aktivitas budidayanya atau cukup satu daur.
Filosopinya kata Gulat adalah, tipologi ketiga perlahan-lahan diup-grade ke tipologi kedua dan tipologi kedua perlahan diup-grade pula ke tipologi pertama. “Kalau pola ini diterapkan, saya pastikan 5 tahun ke depan paling tidak 75% pekebun sudah memegang sertifikat ISPO. Mau tipologi pertama, kedua atau ketiga, yang penting niat pemerintah sungguh-sungguh menolong pekebun untuk sustainable smallholder,” katanya.
Yang pasti kata Gulat, sesungguhnya di negara manapun petani itu adalah warga utama yang harus diselamatkan, dibantu menuju konsep sustainable, digendong rame-rame. "Keberpihakan pemerintah terhadap petani mutlak, petani diproteksi, dijagain, bukan dikerjain," tegas Ketua Bravo 5 Riau ini.
Komentar Via Facebook :