Berita / Nasional /
Perkara Sudah Inkracht, tapi Perusahaan Sawit ini Terus Melakukan Perlawanan Hukum ke KLHK
Jakarta, elaeis.co - Perkara perdata kebakaran hutan dan lahan (karhutla) PT Jatim Jaya Perkasa (PT JJP) pada tahun 2015 seluas 1.000 hektar telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van geuwijsde) berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 728 PK/PDT/2020 Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 1095 K/PDT/2018, Jo. Putusan PT DKI Jakarta No. 727/PDT/2016/PT/PT.DKI dan Jo. PN Jakarta Utara No. 108/Pdt.G/2015/PN. Jkt.Utr.
Menindaklanjuti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang melakukan langkah eksekusi agar perudahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, itu mememenuhi kewajibannya sesuai isi putusan pengadilan.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 9 Juni 2016 lewat putusan No.108/Pdt.G/2015/PN. Jkt.Utr menghukum PT JJP membayar ganti rugi materiil secara tunai melalui rekening kas negara sebesar Rp 7.196.188.475 dan melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 120 hektar dengan biaya sebesar Rp 22.277.130.853 sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PT JJP mengajukan upaya banding dan pada tanggal 10 Maret 2017 Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus perkara No. 727/PDT/2016/PT/PT.DKI. dengan amar putusannya menghukum PT JJP untuk membayar ganti rugi sejumlah Rp 491.025.500.000 yang terdiri dari ganti rugi materiil Rp 119.888.500.000 dan tindakan pemulihan lingkungan sebesar Rp 371.137.000.000. PT JJP juga diwajibkan membayar uang paksa (dwangsom) sejumlah Rp 25.000.000 per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan tindakan pemulihan lingkungan.
PT JJP melakukan upaya hukum kasasi dan pada tanggal 28 Juni 2018 Majelis Hakim Mahkamah Agung memutus perkara No.1095 K/PDT/2018 dengan amar putusannya menolak permohonan kasasi PT JJP.
PT JJP kemudian menempuh upaya hukum luar biasa/Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Mahkamah Agung No.1095 K/PDT/2018 ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara. PK PT JJP ditolak oleh Majelis Hakim MA pada tanggal 19 Oktober 2020 dengan putusan No. 728 PK/PDT/2020 dengan amar putusan menolak permohonan PK yang diajukan oleh PT JJP sehingga berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).
Untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung, KLHK telah melakukan langkah-langkah eksekusi dengan mengajukan permohonan surat keterangan berkekuatan hukum tetap kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang kemudian telah ditindaklanjuti dengan Surat Nomor: W10-U4/8915/HK.02/10/2021 tanggal 26 Oktober 2021.
KLHK juga menghadiri pelaksanaan pemberian tegoran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara pertama tanggal 27 April 2022 sampai dengan terakhir tanggal 14 September 2022, namun PT JJP tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara patut.
Bahkan pada tanggal 1 September 2022 PT JJP mengajukan upaya hukum PK yang kedua ke Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sehingga pada tanggal 22 Oktober 2022, KLHK mengajukan permohonan sita eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, mengatakan bahwa ketidakhadiran PT JJP dalam pemberian tegoran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan pengajuan permohonan PK yang kedua oleh PT JJP kepada Mahkamah Agung menunjukkan PT JJP tidak mempunyai komitmen untuk melaksanakan isi putusan pengadilan yang telah inkracht secara sukarela, bahkan cenderung melakukan perlawanan-perlawanan hukum.
”Kami telah memerintahkan kepada Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup untuk melakukan percepatan pelaksanaan eksekusi berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan instansi terkait lainnya seperti Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan data dukung aset yang akan dilakukan sita eksekusi, hingga PT JJP memenuhi semua kewajibannya dalam memenuhi putusan pengadilan yang telah inkracht, termasuk mengambil langkah-langkah untuk percepatan sita eksekusi,” jelasnya dalam keterangan pers, kemarin.
”Komitmen dan kosistensi KLHK untuk penegakan hukum termasuk melalui gugatan perdata, sangat jelas. Kami tidak akan berhenti melawan kejahatan lingkungan dengan semua instrumen yang ada baik administratif, perdata maupun pidana. Semua putusan perdata yang berkeputusan tetap akan kami eksekusi, agar kerugian lingkungan dapat dipulihkan,” tambahnya.
Sementara itu, Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, mengatakan, dari 19 kasus perkara perdata lingkungan hidup yang telah inkracht, 8 kasus telah menyetor ke kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Nilainya sejumlah Rp 351.973.592.810,” ungkapnya.
"11 perkara lainnya yang sudah inkracht sedang dalam proses eksekusi," tambahnya.
Komentar Via Facebook :