Berita / Nusantara /
Proses Sertifikasi ISPO Itu Ketat dan Berlapis, Lho...
Jakarta, elaeis.co - Luas kebun sawit yang sudah mengantongi sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) memang belum tergolong banyak ketimbang luas kebun sawit di Indonesia yang mencapai 16,38 juta hektar itu.
Masih hanya sekitar 5,8 juta hektar atau 35,29% dari total luas kebun kelapa sawit di Indonesia tadi. Luasan itu dibagi dalam 682 sertifikat dari yang 803 pelaku usaha yng ikut sertifikasi hingga Desember tahun lalu.
Produktifitas Tandan Buah Segar (TBS) dari luasan yang sudah tersertifikasi tadi mencapai 60,3 juta ton per tahun.
Kalau diolah jadi minyak, bisalah menghasilkan 13 juta ton Crude Palm Oil (CPO) lantaran rendemen rata-ratanya sudah mencapai 24,45%.
Baca juga: Mantan Kelapa Setkom ISPO Ini Protes Omongan Greenpeace
Walau jumlahnya baru segitu, secara target, justru sudah lebih 0,8 juta hektar lantaran target yang dibebankan pada Komisi ISPO hanya 5 juta ton.
"Dan yang paling membagakan bagi saya, bahwa semua yang sudah mengantongi sertifikat itu, saya pastikan clear and clean. Sebab kami sangat ketat dan teliti, terbukti, ada 6 sertifikat yang melanggar, langsung kita cabut pada dua tahun lalu," cerita mantan Kepala Sekretariat Komisi (Setkom) ISPO, Azis Hidayat kepada elaeis.co, jelang malam tadi.
Enam sertifikat itu terkait pada 23.944 hektar kebun dengan produksi TBS 387.771 ton per tahun yang menghasil CPO 91.881 ton per tahun pula.
"Dulu pelaku usaha yang ingin mendapat Pengakuan Sertifikat ISPO itu harus melalui 3 tahapan. Pertama verifikasi oleh team Setkom. Kalau semua yang dibutuhkan untuk mendapat sertifikat belum lengkap, dikembalikan ke Lembaga Sertifikasi (LS) untuk dilengkapi," semakin dalam lelaki 64 tahun ini cerita.
Jika kemudian sudah lengkap, berkas itu dihamparkan pada Rapat Tim Penilai. Tim penilainya enggak satu dua orang, tapi mencapai 18 orang yang berasal dari ragam instansi.
Ada pejabat eselon dua dari kementerian dan lembaga terkait, Komite Akreditasi Nasional (KAN), Ketua Asosiasi Lembaga Sertifikasi (ALSI), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) dan Sawit Linkers.
Mereka dikomandani oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHBun) Kementerian Pertanian (Kementan).
Kalau dari tim ini sudah rambung dan menghasilkan rekomendasi, maka rekomendasi itu kemudian dibahas pada Rapat Komisi yang dipimpin oleh Ketua Komisi ISPO yang notabene Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dengan 12 anggota.
Ada pejabat eselon satu kementerian dan lembaga terkait, BSN/KAN, DMSI dan GAPKI.
"Jadi, kapasitas mereka yang memutuskan pemberian pengakuan Serifikasi ISPO bagi pelaku usaha itu ya sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO itu. Semua proses dilalui dengan ketat dan berlapis. Enggak asal-asalan, apalagi kaleng-kaleng," ujar Azis.
Semua itu dilakukan kata lelaki kelahiran Madiun ini lantaran ISPO adalah jati diri bangsa dan sebagai salah satu bentuk kedaulatan kelapa sawit Indonesia.
Komentar Via Facebook :