https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Rame-rame 'Mengebiri' Petani Sawit

Rame-rame

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung. foto: ist


Jakarta, elaeis.co - Siapapun yang menengok dan mendengar omongan Ketua Komisi IV DPR RI itu kemarin, pasti akan berdecak kagum bahkan sampai bertepuk tangan. 

Sebab sedari awal Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Eselon I Kementerian Pertanian (Kementan) itu dimulai, Sudin sudah langsung 'menelanjangi' lembaga yang dikomandani oleh kader Nasional Demokrat (NasDem), Syahrul Yasin Limpo itu. 

Mulai dari keberadaan Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) yang masih Pelaksana Tugas (Plt) hingga tak jelasnya duit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk petani kelapa sawit, dia buka. 

Kolega Sudin yang dipanggil Hansi malah menyebut kalau dia enggak pernah mendengar Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) membela petani. Yang ada malah melucuti otoritas sendiri dengan melahirkan Permentan nomor 3 tahun 2022.  

Permentan 3 ini dibilang kental dengan kepentingan perusahaan, khususnya terkait kemitraan dengan petani kelapa sawit yang konon disusupkan oleh Komite Pengarah (Komrah) BPDPKS. 

"BPDPKS itu enggak punya komitmen kepada petani, cuma membela perusahaan besar," suara Hansi terdengar meninggi. 

Oleh semua omongan itu, nampak betul Sudin, Hansi dan orang-orang di komisi IV itu, benar-benar pro kepada petani kelapa sawit. 

Tapi setelah surat Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian yang berisi tentang tidak adanya pupuk subsidi untuk petani sawit, jadi kelihatan kalau Komisi IV DPR itu sesungguhnya juga tidak memikirkan petani sawit. 

Baca juga: Tahun Baru, Kabar Tanahmu Piye Brur?

Dibilang begitu lantaran di surat yang diteken oleh Direktur Pupuk dan Pestisida, Muhammad Hatta itu, Panja Komisi IV DPR RI merekomendasikan bahwa pupuk subsidi hanya diberikan kepada padi, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi rakyat dan kakao rakyat. Rekomendasi itu musti dilaksanakan pada Juli 2022 mendatang. 

Surat ini tentu menjadi ironis disaat petani kelapa sawit selama ini sudah mensubsidi biodiesel yang dipakai oleh publik, begitu juga dengan Minyak Goreng Sawit (MGS) curah yang beredar luas, juga disubsidi oleh petani kelapa sawit. 

"Faktanya memang disubsidi petani. Sebab duit Pungutan Ekspor (PE) USD365 per ton CPO yang dipakai untuk mensubsidi biodiesel dan minyak goreng itu adalah duit petani sawit juga," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung saat berbincang dengan elaeis.co, jelang sore tadi. 

Sebab dari 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia kata ayah dua anak ini, 42 persennya adalah kebun petani. 

Baca juga: Jurus Mabuk Otoritas Hutan

"Makanya begitu PE terbaru diberlakukan, harga TBS petani langsung anjlok hampir Rp800 perkilogram TBS. Lagi-lagi wajar kalau saya bilang bahwa petani kelapa sawit juga telah ikut mensubsidi kepentingan negara ini," katanya. 

Pun begitu kata Gulat, petani Apkasindo enggak keberatan, sebaliknya malah "bangga" sudah berguna untuk bangsa ini. 

Tapi yang membikin Gulat kemudian miris, giliran petani sawit (kelompok tanaman perkebunan) butuh, enggak ada digubris. "Maaf, yang ada malah kami terus-terusan dikebiri," rutuk auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini. 

Tak hanya terkait pupuk subsidi kata lelaki 49 tahun ini petani dikebiri. Urusan biosolar juga begitu. Mobil angkutan TBS petani enggak boleh pakai biosolar, "Padahal yang membayar selisih harga solar dengan CPO tersebut adalah duit PE juga, yang nota bene uang kami pekebun juga," katanya. 

"Sekali lagi saya bilang, kami bangga sebagai garda terdepan stabilisator perekonomian negara ini. Tapi mbok sesekali kebutuhan prinsip petani sawit diperhatikanlah," pintanya.

Yang paling miris itu kata Gulat, sampai sekarang kebun petani sawit masih terus-terusan diklaim dalam kawasan hutan. Padahal Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) sudah berumur 18 bulan. 

"Saya mewakili teman-teman petani sawit dari Sabang-Merauke menyampaikan bahwa kami petani sawit  juga warga negara Republik Indonesia ini, yang berharap mendapatkan hak yang sama untuk keadilan berbangsa dan bernegara," pinta Doktor lingkungan Universitas Riau ini.

Komentar Via Facebook :