https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

Sawit Menang di Swiss, Sinyal Eropa Luluh?

Sawit Menang di Swiss, Sinyal Eropa Luluh?

Hasil akhir referendum di Swiss. Foto: shot


Jakarta, elaeis.co - Masyarakat Swiss akhirnya menerima perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia dilanjutkan. Ini kelihatan dari hasil akhir pemungutan suara yang berada di angka 51,6%. 

Dari 26 negara bagian --- kanton --- yang mengikuti referendum itu, hanya 6 kanton yang melakukan penolakan; Basel, Jura, Neuchatel, Fribourg, Vaud dan Geneva.

Menariknya, Vaud yang menjadi markas raksasa makanan Swiss Nestle, menjadi kanton dengan persentase terbesar menolak perjanjian dagang itu; 34,1%.  

Baca juga: Penentang Sawit di Swiss Kalah?

Lantas dari 20 kanton yang mendukung, Zurich dan Bern --- ibukota negara --- menjadi kanton dengan persentase paling besar mendukung perjanjian perdagangan tadi; 58,2?n 51,7%. 

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung saat menjadi delegasi sawit ke Swiss. Foto: istSeperti dilansir swissinfo.ch, Presiden Swiss Guy Parmelin, yang juga memegang portofolio ekonomi, mengatakan bahwa masyarakat Swiss merasa kesepakatan perdagangan itu benar dan seimbang. 
Hanya saja dia akan tetap memperhitungkan kekhawatiran pendukung referendum dengan mendukung Indonesia untuk memproduksi minyak sawit berkelanjutan. 

"Pemungutan suara ini bukanlah pilihan ekonomi atas hak asasi manusia dan lingkungan,"katanya. 

Sama seperti pemerintah Swiss, sektor kelapa sawit di Indonesia - yang sempat mengalami kemunduran kebijakan ekonomi di Eropa - juga menghela nafas lega.

Baca juga: Swiss Bantu Indonesia US$65 Juta, Termasuk Untuk Sawit

"Kami berterima kasih atas hasil pemungutan suara hari ini. Kesepakatan perdagangan ini merupakan solusi yang saling menguntungkan untuk industri minyak sawit, untuk Indonesia, Swiss, dan untuk semua negara EFTA, dan akan membawa manfaat positif bagi konsumen dan eksportir Swiss, serta petani kecil Indonesia. Suara Swiss menegaskan bahwa minyak sawit Indonesia berkelanjutan, "kata juru bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). 

Badan industri berharap hasil ini bisa membantu meyakinkan negara-negara Eropa lainnya bahwa terkait keberlanjutan, minyak sawit dari Indonesia adalah terbaik di kelasnya. 

Sebab Indonesia juga sedang melawan larangan Uni Eropa atas penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati pada tahun 2021.

Sebetulnya referendum yang digelar kemarin, tidak hanya menyangkut nasib perdagangan bebas dengan Indonesia, tapi juga terkait larangan penutup wajah dan identifikasi elektronik. Larangan penutup wajah diterima dan identifikasi ditolak.

Atas hasil referendum di Swiss ini, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung, meminta para penolak sawit di Indonesia untuk merenung. 

"Swiss saja yang rakyatnya cerewet mempersoalkan sawit, akhirnya memenangkan sawit di negaranya. Sekarang sudah tidak terbantahkan lagi bahwa sawit adalah penyelamat indeks tutupan tanah dunia dan sawit sekarang adalah milik dunia," tegasnya. 

Apa yang terjadi di Swiss ini kata kandidat doktor lingkungan Universitas Riau ini tidak lepas dari peran besar petani kelapa sawit Indonesia.

"Waktu saya ikut dalam Tim Diplomasi Sawit ke Zurich dan Madrid pada 2018, Forum Uni Eropa memang getol mempertanyakan sawit. Mereka beranggapan bahwa sawit di Indonesia hanya dikelola korporasi," cerita Gulat. 

"Waktu itu, saya jelaskan ke mereka bahwa 41% dari luas kebun kelapa sawit di Indonesia, dikelola dan milik petani. Jadi sesungguhnya, petani sawitlah pahlawan sawit Indonesia. Lantaran itu, jangan pernah sakiti petani sawit," pinta Gulat.    


 

 

Komentar Via Facebook :