Berita / Bisnis /
Tentang Kode N108 dan RBD Oils
Jakarta, elaeis.co - Kalau masih saja ada yang protes atas dikeluarkannya limbah Spent Bleaching Earth (SBE) dari kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), berarti merekalah yang selama ini gank-nya pembenci sawit.
Di satu sisi kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, yang anti terhadap perubahan kriteria ini sebetulnya hanya mereka yang kurang mengerti hakekat dan karakter SBE dari sawit itu.
SBE disebut berbahaya bagi lingkungan hanya lantaran mengikuti sebagian dari karakter SBE yang berasal dari pemurnian soybean oil, rapeseed oil atau sunflower oil yang memang mudah terbakar bila terekspose ke udara kering di sub-tropis.
Di sisi lain, bisa jadi juga ada agenda tersembunyi dari para pembenci sawit itu yang memang menjadikan SBE sebagai target dengan tujuan supaya biaya mengolah minyak sawit di Indonesia menjadi mahal.
"Kalau SBE masih tetap dikatakan limbah B3, maka mereka akan dengan mudah mengatakan bahwa Refined Bleached Deodorized (RBD) Oils kita tidak sustainable. Kalau sudah begitu, maka tamatlah riwayat Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKS) Indonesia, terutama industri foods berbasis sawit," tegas Sahat saat berbincang dengan elaeis.co, Selasa (16/3).
Soalnya kata lelaki kelahiran Nainggolan Sumatera Utara (Sumut) ini, orang yang waras dan berlogika baik, akan dengan mudah menuduh dan mengatakan bahwa RBD Oils Indonesia mengandung limbah B3 dan non sustainable.
Baca juga: Setelah SBE Menjadi Limbah Non-B3
Sebab micro-particle dari SBE itu pasti ada di RBD OIls yang dihasilkan. Artinya, minyak yang dihasilkan atau dimurnikan itu pasti "terkontaminasi limbah B3". Ini berbahaya sekali bagi kelangsungan hidup dari industri minyak sawit Indonesia.
"Anggapan semacam inilah yang dikhawatirkan oleh GIMNI selama 7 tahun belakangan, persis sejak 2014 hingga 2021. Per 13 Oktober 2014 GIMNI bersama Menteri Perindustrian sudah pernah menyampaikan issue yang tidak tepat ini --- SBE sebagai limbah B3 --- kepada Bapak Presiden di Istana Negara," ujar ayah tiga anak ini.
"Kalau isu non-sustainable ini yang dimanfaatkan oleh kelompok yang tak suka sawit, akan bisa heboh di masyarakat luas. Refined Oils Indonesia akan tersudut. Kalau sudah heboh, siapa yang akan bertanggungjawab?" Sahat bertanya.
Terlepas dari semua itu kata Sahat, keputusan kode limbah N108 (SBE) dimasukkan dalam jenis limbah Non B3 adalah suatu physiological statement yang brilliant and it will work wonders.
"Jelas artinya dan tidak akan timbul lagi multi tapsir, dan saya sangat paham SBE dan efek negatif secara physikologis dari PP 101/2014 yang lalu. Statement itu beresiko tinggi," tegasnya.
Komentar Via Facebook :