Berita / Nusantara /
Denda Penyaluran Biodiesel Rp 1,2 T Belum Disetor ke Kas Negara
Jakarta, Elaeis.co - Badan usaha penyalur biodiesel belum menyetor denda penyaluran senilai Rp1,22 triliun ke kas negara. Temuan ini berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pelaksanaan program biodiesel yang berlangsung dari 2018 hingga 2020.
Dalam program biodiesel, Kementerian ESDM telah menetapkan badan usaha bahan bakar nabati (BUBBN) yang diikutkan dalam pengadaan biodiesel berikut alokasi volumenya. Selanjutnya, BUBBN yang telah menandatangani kontrak dengan badan usaha bahan bakar minyak (BUBBM) dan menyalurkan biodiesel akan memperoleh pembiayaan biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) setelah diverifikasi oleh Kementerian ESDM.
Bila ada realisasi penyaluran yang tidak sesuai, maka Kementerian ESDM berhak memberi sanksi berupa denda hingga pencabutan izin usaha kepada BUBBN. Rupanya, dari hasil verifikasi, Kementerian ESDM menemukan penyaluran biodiesel yang tidak sesuai kriteria pada 2018, sehingga kementerian menjatuhkan sanksi denda senilai Rp 821,88 miliar kepada BUBBN yang tidak memenuhi kewajiban penyaluran.
“Namun, belum ada pembayaran dari badan usaha. Hal ini mengakibatkan negara belum menerima pendapatan denda sebesar Rp 821,88 miliar,” demikian laporan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), seperti dikutip CNNIndonesia.com, kemarin.
Selanjutnya, Kementerian ESDM juga sudah menemukan potensi denda penyaluran biodiesel kepada badan usaha senilai Rp 400,17 miliar pada pelaksanaan program di 2019-2020. Namun, Kementerian ESDM belum menetapkan sanksi tersebut sehingga badan usaha belum berkewajiban membayar denda tersebut.
Bila ditotal, maka ada potensi denda penyaluran biodiesel yang mencapai Rp 1,22 triliun yang seharusnya masuk ke kas negara tapi belum terealisasi. Atas temuan ini, BPK memberikan rekomendasi agar Kementerian ESDM segera menyelesaikan tagihan denda tersebut.
“BPK merekomendasikan Kementerian ESDM agar memproses sesuai ketentuan atas surat tagihan sanksi administrasi yang telah diterbitkan dengan menyetorkan ke kas negara, dan berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk penetapan pemberian sanksi denda kepada badan usaha untuk periode 2019-2020 untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara,” demikian rekomendasi BPK.
Pemeriksaan BPK terhadap penyaluran biodiesel ini merupakan bagian dari rangkaian pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Pemeriksaan juga melihat program sektor sawit lain, seperti penggunaan dana perkebunan kelapa sawit yang dikelola BPDPKS hingga verifikasi lahan perkebunan sawit oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
Pada penggunaan dana perkebunan kelapa sawit, BPK melakukan pemeriksaan atas pungutan dan penggunaan dana oleh BPDPKS, PT Pertamina (Persero) selaku BUBBM, dan badan usaha lain yang memproduksi biodiesel. Hasilnya, BPK menyatakan pengelolaan pungutan dan penggunaan dana telah sesuai kriteria, namun ada catatan pengecualian.
Pengecualian muncul karena ada penggunaan dana perkebunan kelapa sawit untuk membiayai kegiatan verifikasi pembayaran selisih harga biodiesel yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 61 Tahun 2015 tentang Perhimpunan dan Penggunaan dan Perkebunan Kelapa Sawit
Kegiatan verifikasi pembayaran selisih harga biodiesel dilakukan oleh lembaga surveyor yang ditunjuk dan didanai oleh BPDPKS. Namun, menurut BPK, hal ini justru membebani keuangan BPDPKS mencapai Rp 95,36 miliar.
“BPK merekomendasikan Direktur Utama BPDPKS agar berkoordinasi dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM untuk menetapkan kebijakan verifikasi pencampuran sesuai dengan Perpres Nomor 66 Tahun 2018,” terang BPK.
Selain masalah pembayaran kegiatan verifikasi, BPK juga menemukan bahwa penyaluran dana peremajaan perkebunan kelapa sawit oleh BPDPKS ke pekebun penerima dana berlebih sekitar Rp 1,79 miliar. Kelebihan penyaluran dana ini terjadi karena ada pekebun penerima dana peremajaan yang teridentifikasi menerima dana peremajaan melebihi ketentuan, yaitu paling luas hanya 4 hektar.
Komentar Via Facebook :