Berita / Nusantara /
DMO Minyak Sawit Disebut Kebijakan Blunder
Pekanbaru, elaeis.co - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberlakukan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) untuk minyak sawit (CPO) dan olein untuk menjaga ketersediaan stok minyak goreng dalam negeri. Aturan baru tersebut ternyata direspon negatif pelaku usaha sawit.
Pasca pengumuman pemberlakuan DMO dan DPO, hampir seluruh perusahaan sawit menurunkan harga pembelian CPO mereka. Alhasil, harga TBS sawit milik petani tergerus.
Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Riau, Djono Albar Burhan, menyebutkan, harga TBS di Riau hari ini terpantau anjlok cukup tajam.
"Harga TBS semua perusahaan itu sudah pada jatuh hari ini. Kalau di Riau, turun mulai Rp 300 sampai Rp 500 dari sebelumnya. Kemarin turun Rp 200 saja petani sudah menjerit, hari ini malah turun Rp 500. Itu merupakan harga DO dari pabrik, belum ke agen, yang ke petani pasti lebih besar turunnya," kata Djono kepada elaeis.co, Sabtu (29/1).
Menurutnya, aturan baru yang dibuat Kemendag ini blunder karena akan menimbulkan makin banyak masalah.
"Sawit tidak bisa disamakan dengan batu bara, karena di sawit ini kita bermain dengan petani. Dan DMO itu tidak bisa main ditentukan begitu saja," kata alumni University of Auckland Business School itu.
Menurutnya, efek yang ditimbulkan kebijakan itu bukan cuma dirasakan industri minyak sawit saja, melainkan persoalan perekonomian jutaan masyarakat Indonesia di 22 provinsi yang menggantung hidupnya di sawit.
Persoalannya saat ini, kata Djono, harga kebutuhan para petani untuk merawat kebun mereka sudah jauh berbeda seiring dengan naiknya harga sawit setahun terakhir. "Biaya perawatan baru sudah terbentuk," ujarnya.
Jadi apabila saat ini dibuat aturan baru dengan DMO dan DPO minyak sawit, tentu para petani akan semakin sengsara. "Bukan menjaga stabilitas jadinya," tukasnya.
"Ini bukan cuma tentang harga TBS dan CPO, harga lainnya seperti pestisida dan pupuk sudah terbentuk. Memangnya produsen pestisida dan pupuk mau menurunkan harganya? Enggak mungkin mereka mau," tambahnya.
Djono mengatakan, seharusnya pemerintah tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Dia juga meminta agar seluruh pihak yang terkait dilibatkan dulu sebelum keputusan itu diambil sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
"Petani sawit maunya, kalau bisa mengenai hal-hal seperti ini, baiknya bottom-up lah, jangan top-down. Jadi dengarkan dulu kata-kata petani kelapa sawit, bagaimana keadaannya. Apakah harga yang saat ini menguntungkan atau tidak," katanya.
Dia mengingatkan, kalau harga TBS jatuh, maka daya beli masyarakat akan berkurang.
"Karena penurunan kemiskinan itu disebabkan sawit, khususnya di desa-desa. Jadi kalau mau menyelamatkan minyak goreng, pemerintah harus lebih memperhatikan lagi semua aspek yang ada di dalamnya," tandasnya.
Komentar Via Facebook :