Berita / Sumatera /
Pekebun Swadaya Diminta Bentuk Kelembagaan untuk Perjuangkan Harga TBS
Painan, elaeis.co - Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pesisir Selatan (pessel), Madrianto, mengatakan, semua bupati dan walikota di Sumatera Barat (sumbar) tidak memiliki kewenangan untuk mengatur harga Tandan Buah Segar (TBS) yang terus dikeluhkan pekebun sawit swadaya.
Pemerintah daerah hanya bisa mengawasi agar harga kelapa sawit dibeli oleh pihak perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan harga sesuai kesepakatan.
"Tekanan harga sawit umumnya dikeluhkan oleh pekebun sawit swadaya. Ini karena mereka belum bermitra dengan pihak pabrik. Dalam proses pembelian TBS, harga ditetapkan secara sepihak oleh pihak PKS," katanya melalui keterangan resmi Pemkab Pessel.
Dia melanjutkan, sesuai dengan Permentan Nomor 1 tahun 2018, kewenangan untuk penetapan harga TBS sawit berada di tangan gubernur. "Gubernur Sumbar telah mengeluarkan Pergub Nomor 28 tahun 2020 terkait penetapan harga sawit pemerintah," katanya.
"Nah, pemerintah dalam hal ini adalah sebagai user dari regulasi yang ditetapkan. Artinya pemerintah kabupaten tidak bisa melakukan intervensi langsung untuk menetapkan harga sawit swadaya, karena regulasi belum ada yang mengatur langsung," tambahnya.
Berdasarkan pergub tersebut, pemerintah kabupaten di Sumbar hanya bisa membuat kesepakatan harga TBS bersama dengan pihak PKS sawit.
"Makanya Pemkab Pessel terus mendorong agar pekebun sawit swadaya segera bermitra dengan PKS. Supaya mereka dapat menikmati harga sesuai yang ditetapkan pemerintah," sebutnya.
Untuk bermitra itu, kata, petani harus berkelompok dan berlembaga, misalnya koperasi, yang akan melegalkan kemitraan tersebut. "Kemitraan tidak dapat dilakukan secara personal atau perorangan," jelasnya.
Berdasarkan data yang ada, luasan lahan perkebunan sawit di Kabupaten Pessel mencapai 78 ribu hektare. Dari total luasan itu, 41 ribu hektare merupakan lahan pekebun sawit swadaya. Sementara pekebun sawit yang sudah bermitra dengan PKS hanya sekitar 3 persen.
"Yang terus mendapatkan tekanan harga adalah sawit-sawit yang berasal dari kebun swadaya. Terakhir saat harga sawit petani bermitra di PKS Rp 2.200/kg, harga sawit dari pekebun swadaya hanya Rp 900/kg. Jauh lebih murah," bebernya.
Mardianto menambahkan pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam terkait persoalan harga sawit yang tak berpihak kepada pekebun sawit swadaya.
"Tentu ini menjadi tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat yang ada, seluruh stakeholder, bagaimana penetapan harga sawit ini dilakukan bersama-sama dengan pihak PKS sehingga masyarakat pekebun swadaya ini dapat menerima harga yang layak," ujarnya.
Pemerintah daerah mendorong bagaimana masyarakat pekebun sawit swadaya bergabung dalam suatu kelembagaan baik kelompok tani atau koperasi untuk menjalin kemitraan.
Untuk itu, Dinas Pertanian berharap agar bantuan dari seluruh tokoh masyarakat, pemerintah nagari dan kecamatan, supaya pekebun swadaya diberikan pemahaman tentang kemitraan demi meningkatkan posisi tawarnya terhadap PKS. "Berlembaga itu sangat penting, kekuatan dari kelompok itu akan ada," tukasnya.
Menurut dia, sesuai regulasi, posisi tawar pemerintah daerah untuk menetapkan harga sawit tidak kuat, hanya dilibatkan dalam proses penetapan harga.
"Ke depan kita harapkan bisa duduk bersama, setidaknya upaya nyata dari bupati bersama-sama dengan DPRD nanti akan mengundang seluruh pihak perusahaan perkebunan pabrik kelapa sawit. Sehingga kita bisa menetapkan harga yang wajar untuk sawit swadaya. Selain itu, setidaknya ada aturan turunan dari pemerintah provinsi agar pemkab punya kewenangan lebih dalam mengatur harga TBS," tutupnya.
Komentar Via Facebook :