Medan, elaeis.co - Nilai ekspor dari Sumatera Utara ke berbagai negara sepanjang bulan Desember 2021 meningkat pesat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun beberapa waktu ke depan ekspor dikhawatirkan akan turun sebagai efek dari pemberlakuan DMO dan DPO minyak sawit.

"Kalau merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, kenaikan nilai ekspor Sumut di tahun 2021 atau tahun kedua pandemi Covid-19 justru ditopang oleh kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar global. Saya lihat naik 100 persen bila dibandingkan secara year on year," kata pengamat ekonomi asal Kota Medan, Gunawan Benjamin, kepada elaeis.co, Jumat (11/2/2022) pagi.

Ia menyebutkan, realisasi devisa yang masuk ke Sumut selama Januari – Desember 2021 angkanya mencapai US$ 6,6 miliar, jauh lebih tinggi dari tahun 2020 yang sebesar US$ 4,1 miliar. 

Kata dia, Sumut surplus sebanyak US$ 2 miliar lebih selama tahun 2021 dibandingkan tahun 2020. "Ini kenaikan yang fantastis, dan sejauh ini harga CPO masih di kisaran RM 5.400-an per ton," kata Gunawan. 

Ia yakin selama bulan Januari 2022 ini Sumut masih berpeluang mencetak kenaikan ekspor dibandingkan Desember 2021. Tapi ia merasa was-was dengan dampak negatif dari kebijakan DMO-DPO yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan M Lutfi beberapa waktu lalu.

"Memang belum bisa dipastikan bagaimana implementasi dan dampak kebijakan itu di lapangan, tapi saya berharap realisasi eskpor di Februari ini masih mampu dipertahankan di level yang tinggi, tidak terlalu tertekan dengan kebijakan itu," kata pengajar di sejumlah kampus di Kota Medan ini.

Ia merasa wajar mengatakan itu karena melihat backgroud Provinsi Sumatera Utara yang sangat bergantung pada subsektor perkebunan, termasuk kelapa sawit dan produk turunannya.

Ia mengaku masih menanti perkembangan hasil ekspor CPO dari data BPS Sumut untuk periode Januari dan berharap kinerja ekspor CPO dan produk olahan sawit lainnya di bulan Februari 2022 tetap stabil.