https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

APKASINDO Janji Perjuangkan Harga TBS

APKASINDO Janji Perjuangkan Harga TBS

Ketua APKASINDO Bengkulu, A Jakpar, foto bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. (Istimewa)


Bengkulu, elaeis.co - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Bengkulu, terus memperjuangkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan menemui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta pada Rabu (6/7). 

Pada pertemuan tersebut, APKASINDO Bengkulu meminta kepada Menteri Luhut untuk menghapus domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), hingga pajak dan pungutan ekspor (levy) pada penjualan crude palm oil (CPO).

Ketua APKASINDO Provinsi Bengkulu, A Jakpar mengatakan, harga TBS saat ini sudah dibawah Rp1.200 per kilogram. Padahal beberapa waktu lalu harganya masih di atas Rp1.500 per kg. 

Menurun Jakpar turunnya harga itu disebabkan sejumlah kebijakan terkait kewajiban memenuhi keperluan bahan baku minyak goreng dalam negeri dan ekspor CPO.

"Setelah larangan ekspor dibuka, penjualan CPO diberikan beban-beban yang cukup signifikan. Mulai dari DMO dan DPO, hingga pajak dan pungutan ekspor (levy)," kata Jakpar kepada elaeis.co, Kamis (7/7).

Padahal kebijakan tersebut, kata Jakfar, tidak hanya membebani pelaku industri sawit, tapi juga langsung berimbas pada petani. Sebab biaya-biaya itu, menurut Jakfar, menekan harga CPO.

Bahkan ekspor dan levy (retribusi) itu sudah mencapai USD 575 saat ini. Kalau CPO tertekan, tentu akan langsung berdampak pada harga TBS di tingkat petani.

"Maka harapan dari para petani APKASINDO, mohon kepada pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan-kebijakan dan pungutan-pungutan itu. Mungkin dicabut dulu DMO dan DPO sehingga harga sawit dapat kembali stabil. Ini sudah dua bulan lebih petani menderita," jelas Jakfar.

Kondisi harga TBS saat ini sangat menyedihkan. Karena harga Rp1.200-an per kilogram itu sesungguhnya harga di tingkat pabrik kelapa sawit (PKS). Kalau di tingkat petani, ada potongan rantai suplai lagi yang membuat harga semakin terpuruk.

"Seperti dari PKS ke RAM (tempat jual beli TBS hasil perkebunan masyarakat), lalu RAM ke petani, RAM juga biasanya ke agen. Maka itu harga di petani saat ini hanya Rp800-Rp900 per kilogram. Katakanlah harga TBS ditingkat petani Rp900 per kilogram. Sementara upah panen sudah Rp150/kg. Belum lagi upah muat  Rp100/kg, lalu upah jalan Rp200/kg, maka tinggal ke petani hanya Rp 450/kg. Itulah kesedihan petani saat ini," kata dia.

Akibat kondisi tersebut, hampir setiap hari APKASINDO dapat keluhan dari petani di daerah. Sebab pendapatan petani sudah tidak dapat menutupi biaya hidup. Karena itu menurut Jakpar petani saat ini sangat dilema. Jika tidak dipanen sawit akan rusak. Kalau dipanen malah biaya yang lebih besar dari hasil penjualan.

"Kalau harga saat ini, jangankan untuk mereka memupuk, untuk biaya hari-hari saja tidak cukup. Apalagi saat ini anak-anak sedang libur sekolah, tahun ajaran baru sudah dekat pula, hingga banyak keperluan anak sekolah. Inilah kesedihan yang dirasakan petani, khususnya di Bengkulu," tuturnya.

Jakpar mengatakan, APKASINDO akan terus melakukan upaya agar harga sawit kembali pada titik rasional. Usaha itu bahkan sudah dimulai sejak pertama kali kebijakan larangan ekspor ditetapkan pemerintah. Hal ini guna menyelamatkan ribuan petani swadaya di Bengkulu.

"Kami sudah berjuang untuk mencabut larangan ekspor CPO, dan Alhamdulilah sudah dicabut, tapi dibebankan pula dengan biaya-biaya lain saat ini. Kendati begitu, kami akan terus berjuang," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :