Berita / Bisnis /
Tahun Depan Produksi CPO Diprediksi Kembali Pulih
Jakarta, Elaeis.co - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang rata-rata berada di atas USD 1.000 per ton sepanjang tahun ini berpotensi terkoreksi tahun depan. Produksi TBS (tandan buah segar) sawit di Indonesia dan Malaysia diprediksi pulih paska pandemi sehingga pasokan di pasar global akan stabil.
Analis Komoditas Godrej Internasional Limited, Dorab Mistri mengatakan, operasional perkebunan sawit di Malaysia akan kembali normal tahun depan. Masalah kekurangan tenaga kerja yang disebabkan pandemi Covid-19 bakal teratasi di awal tahun 2022.
Dengan kondisi tersebut, produksi CPO Malaysia yang tahun ini sebesar 18 juta ton diperkirakan akan meningkat menjadi 19 juta ton tahun depan.
"Efek tenaga kerja terhadap produksi baru akan terasa pada kuartal kedua di tahun depan," ujarnya dalam konferensi Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) dengan tema 'Role of Palm Oil Industry toward Sustained Economy Recovery', kemarin.
Produksi CPO Indonesia juga diprediksi mengalami kenaikan 1 juta ton di tahun 2022.
Dari sisi permintaan, katanya, krisis energi memicu terjadinya peningkatan dalam dua tahun terakhir sebanyak 2 juta ton. "Dan kemungkinan besar hal ini akan terus berlanjut," kata Dorab.
Menurutnya, penggerak utama naiknya permintaan CPO adalah kebutuhan untuk memproduksi biodiesel. "Permintaan terhadap minyak nabati untuk makanan juga naik tiga juta ton setiap tahun. Sempat turun dua juta ton karena pandemi, akan tetapi permintaan pulih kembali pada saat ini," jelasnya.
CEO Oil World, Thomas Milke, memprediksi produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,7 hingga 1,9 juta ton di tahun 2022. Namun produksi tersebut tidak mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018. "Artinya, pertumbuhan produksi CPO mengalami stagnasi selama 2 tahun," katanya.
Sementara itu, James Fry dari LMC International mengatakan, pandemi Covid-19 yang menghantam China dan India sejak 2020 mengakibatkan penurunan permintaan minyak nabati. Meskipun demikian, permintaan terhadap minyak nabati kembali pulih pada tahun 2021/2022.
"Permintaan terhadap minyak nabati lebih kuat dibanding yang diperkirakan. Sedangkan produksi minyak nabati dalam negeri tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan," ujarnya.
Selain melihat kondisi ekonomi dunia, James memprediksi harga CPO dengan menganalisa data Oceanic Nino Index (ONI). Dia melihat adanya kemiripan antara grafik ONI dengan grafik perubahan produksi CPO Indonesia.
Menurut analisisnya, peningkatan grafik ONI berkorelasi positif dengan pertumbuhan produksi CPO. Dari hasil plotting pertumbuhan CPO di Indonesia dan Malaysia dari tahun ke tahun dan perubahan kumulatif pada produksi sejak akhir 2019 dan awal pandemi pada 2020, disimpulkan diperlukan 12 bulan lagi sebelum produksi minyak sawit Asia Tenggara dapat melampaui produksinya pada akhir tahun 2019 lalu.
Komentar Via Facebook :