https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Penerimaan PPN Dari Industri Sawit Diprediksi Lampaui Target

Penerimaan PPN Dari Industri Sawit Diprediksi Lampaui Target

Kepala Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, Tri Bowo. Foto: Sangun/elaeis.co


Bengkulu, elaeis.co - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menargetkan penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sektor perkebunan kelapa sawit pada tahun 2022 di Provinsi Bengkulu senilai Rp 921,7 miliar. Target tersebut diperkirakan akan terlampaui pada akhir tahun karena harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini sudah menyentuh Rp 2 ribu per kilogram.

Kepala Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, Tri Bowo mengatakan, harga TBS kelapa sawit kembali membaik sehingga penerimaan PPN pada tahun ini diperkirakan bisa melebihi target yang ditetapkan.

"Kami optimis target PPN dari sektor perkebunan kelapa sawit pada tahun ini bisa melebih target," kata Bowo, kemarin.

Ia berharap pemerintah pusat bisa memberikan kelonggaran kebijakan kepada produk turunan kelapa sawit. Hal tersebut diharapkan mampu menjadi stimulus untuk mendongkrak harga TBS di daerah.

"Kami berharap ada kebijakan yang mendorong peningkatan harga TBS di daerah, itu tidak hanya berdampak pada pendapatan petani tetapi juga berdampak pada penerimaan negara juga," ujarnya.

Ia mengaku, beberapa kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah pusat diantaranya menghapus kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic prize obligation (DPO). Karena akibat kedua kebijakan tersebut, kenaikan harga TBS kelapa sawit belum begitu maksimal. Bahkan harga CPO hingga saat ini masih tertahan di angka Rp 12 ribu per kilogram.

"Mungkin DMO dan DPO bisa dihapus, karena kebijakan ini menghambat naiknya harga TBS juga," ucapnya.

Ia menambahkan, jika pungutan ekspor ditetapkan menggunakan harga referensi yang akurat serta adaptif dengan dinamika pasar, dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan ekspor, tentunya dengan terlebih dulu memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain itu, jika instrumen ini berfungsi baik, maka kebijakan seperti DMO, DPO, harga eceran tertinggi (HET) semestinya dihapuskan. 

"Kemudian jika harga CPO naik tinggi, DMO dapat kembali diberlakukan dengan penyesuaian. Jika diperlukan, diberikan bantuan sosial bagi masyarakat berupa minyak goreng kemasan, dengan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," tutupnya.
 

Komentar Via Facebook :