Berita / Internasional /
Keunggulan Biodiesel Diungkap Dirut Pertamina di Forum SALA Dialogues
Jakarta, elaeis.co – PT Pertamina (Persero) memaparkan peta jalan alias roadmap bisnisnya di bidang biofuels dan dekarbonisasi dalam acara bergengsi Southeast Asia-Latin American Dialogues (SALA Dialogues) yang digelar di INSEAD Hoffmann Institute, Singapura. Presentasi disampaikan langsung oleh Direktur Utama (dirut) Pertamina, Nicke Widyawati.
SALA Dialogues dihadiri oleh sekitar 150 pebisnis dan praktisi dari berbagai negara di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Acara ini bertujuan untuk membangun kolaborasi global dalam menghadapi isu-isu net zero carbon dan ketahanan pangan dunia, serta membuka peluang bisnis dan investasi lintas negara.
Dalam sesi bertajuk "Fuelling the Future: Biofuels and the Decarbonization Journey," Nicke menjelaskan bahwa Indonesia dihadapkan dengan empat tantangan utama. Yakni posisi sebagai net importir minyak, target net zero emission (NZE) pada tahun 2060, ambisi menjadi negara berpenghasilan tinggi, serta kebutuhan menciptakan lapangan kerja baru.
Dia menekankan bahwa program biofuel dan dekarbonisasi bisa menjadi solusi yang tepat untuk menghadapi tantangan tersebut. "Indonesia melalui Pertamina telah mengimplementasikan inisiatif biodiesel sejak 2010. Saat ini, Pertamina telah berhasil memproduksi dan menggunakan biodiesel B35 yang secara efektif menggantikan impor solar," sebutnya dalam siaran pers dikutip Jumat (18/10).
Dia menambahkan, sejak April 2019, Pertamina tidak lagi mengimpor solar dan avtur. Selain berhenti impor, penggunaan biodiesel B35 berbahan baku minyak sawit juga mampu menurunkan emisi CO2 hingga 32,7 juta ton pada tahun 2023.
Menurutnya, salah satu keunggulan biodiesel adalah proses pencampuran (blending) yang lebih mudah dibandingkan biofuel lainnya. Jika biofuel harus diproduksi di kilang dengan skala besar, biodiesel dapat dicampur dengan bahan bakar fosil di terminal akhir.
"Keistimewaan biodiesel adalah kemudahan dalam proses blending yang bisa dilakukan di fuel terminal. Pertamina memiliki lebih dari 1.000 terminal bahan bakar di seluruh Indonesia," katanya.
"Hal ini juga membuka peluang pengembangan pabrik bioethanol yang akan meningkatkan perekonomian lokal dan menciptakan lapangan kerja," tambahnya.
Nicke menambahkan bahwa kesuksesan biodiesel akan direplikasi untuk produk gasoline, yang bertujuan untuk mengurangi impor sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional.
"Kami telah memulai biofuel dengan E5 di beberapa wilayah di Jawa, terutama di Jawa Timur, dan kami akan terus meningkatkannya," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam transisi energi dan inovasi berkelanjutan. Pertamina, menurutnya, membutuhkan kemitraan strategis dan transfer pengetahuan dari negara lain untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam kesempatan ini, Nicke juga membuka peluang kerja sama dengan negara-negara Amerika Latin, termasuk Brasil, dalam pengembangan bioethanol. "Tujuannya agar program bioethanol bisa mendukung target net zero carbon," terangnya.
"Untuk program bioethanol, kami melihat potensi kerjasama antara Indonesia dan Brasil. Kami ingin mempelajari secara menyeluruh bagaimana Brasil berhasil mengembangkan bioethanol, mulai dari proses perkebunan, pembangunan pabrik, teknologi, menarik investor, hingga regulasi," imbuhnya.
Komentar Via Facebook :